-->
    |

Streaming Radio Suara Landak

Refleksi Konservasionis Jane Goodall tentang Alam dan Spiritualitas

Ahli primata Jane Goodall duduk di dekat jendela tempat di belakang seekor simpanse makan di kandangnya di Kebun Binatang Taronga Sydney, 14 Juli 2006. (Foto: AP/Rick Rycroft)

Suara Landak
- Dilansir dari VOA, Jane Goodall, ahli konservasi yang dikenal berkat kepakarannya dalam spesies simpanse serta advokasi global dalam berbagai isu lingkungan, dianugerahi penghargaan Templeton Prize tahun ini, penghargaan bergengsi bagi sosok-sosok yang pengabdiannya menjadi wujud perpaduan sains dan spiritualitas. Penghargaan itu diserahkan kepada Goodall pada Mei lalu.

Goodall, dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press sebelum pengumuman penghargaan tersebut, mengingat bagaimana pola asuh kristen yang ia jalani saat beranjak dewasa membentuk cara pandangnya terhadap dunia.

“Ibu saya orang yang sangat bijaksana dan saya ingat ia pernah bilang, ‘Jane, kamu dibesarkan di keluarga Kristen, makanya kamu menyembah Tuhan (agama Kristen), tapi kamu bisa saja dilahirkan di Mesir maka kamu akan menyembah Allah (agama Islam), atau mungkin lahir di negara berpenduduk Buddha atau Hindu dengan agama Hindu atau Brahma dan lain sebagainya.’ Dan ia bilang bahwa hanya ada satu Tuhan. Maka apapun panggilan kita terhadap-Nya tidak masalah," ujarnya.

"Demikian yang dirasakan Louis Leakey dan ia selalu percaya bahwa sama sekali tidak ada konflik antara sains dan agama, dan saya sangat senang saat tahu bahwa akhirnya para ilmuwan mengikuti jejak ilmuwan-ilmuwan besar seperti Einstein dan sampai pada kesimpulan bahwa ada kecerdasan di balik penciptaan alam semesta.”

Dalam wawancara itu, Goodall juga membahas rasa keilahian yang ia rasakan saat sendirian di tengah alam liar.

“Ketika saya sendirian di tengah-tengah alam saya merasa begitu kuat, ada hubungan spiritual dengan… dengan apapun itu. Saya tidak tahu lagi harus menyebutnya apa, yang jelas sebuah kekuatan spiritual yang agung. Dan saya suka ayat Alkitab yang mengatakan ‘di dalamnya kita hidup dan bergerak dan ada,’ karena itulah inti dari semua ini," paparnya.

"Di tengah-tengah alam ini kita hidup dan bergerak dan ada, bahkan jika kita mencoba menyangkalnya. Maka ketika saya berada di tengah-tengah alam, sendirian, saya bisa menjadi bagian dari alam dan kemanusiawian saya tidak menghalangi. Dan dengan demikian lebih mudah untuk memahami permadani kehidupan yang menakjubkan ini," ujar Jane.

Didirikan pada tahun 1972 oleh mendiang filantropis Sir John Templeton, the Templeton Prize merupakan salah satu penghargaan perorangan terbesar di dunia, yang saat ini bernilai 1,1 juta poundsterling atau sekitar Rp22 Miliar.

Pemenang Templeton Prize sebelumnya antara lain Ibu Teresa, Dalai Lama, dan Uskup Agung Desmond Tutu dari Afrika Selatan.

Sumber : VOA

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini