Pontianak (Suara Landak) – Kasus sengketa kepemilikan lahan kembali mencuat di Kalimantan Barat. Kali ini, sengketa tersebut menyeret nama Bank Kalbar terkait tanah seluas sekitar 4 hektare yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Tanjung Hulu, Kecamatan Pontianak Timur. Tanah tersebut diklaim sebagai milik ahli waris almarhum Syarif Zain.Debby Yasman Adiputra & Aditya Chaniago sebagai Kuasa Hukum Ahli Waris saat ditemui pada Konferensi Pers, Rabu (7/5/2025).SUARALANDAK/SK
Kuasa hukum ahli waris, Debby Yasman Adiputra, dalam konferensi pers yang digelar Rabu (7/5/2025), mengungkap bahwa lahan tersebut telah dibeli oleh orang tua kliennya sejak tahun 1963 berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 249. Namun, pada tahun 1981, almarhum Syarif Zain memberikan kuasa kepada seseorang berinisial SM untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah.
“Alih-alih mengurus sertifikat, SM justru diduga membuat akta jual beli palsu bernomor 248 tahun 1963 dengan luas berbeda, yakni 3,1 hektare, dan seolah-olah merupakan pembelian dari pihak yang sama,” jelas Debby.
Akta bermasalah itu kemudian digunakan SM untuk mengajukan sertifikat ke kantor pertanahan. Hasilnya, terbitlah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 46 Tahun 1983. Tanah tersebut kemudian dijual kepada seseorang berinisial A, yang diduga merupakan pegawai Bank Kalbar.
Merasa tidak pernah menjual tanahnya, Syarif Zain pun melaporkan kasus ini ke Polresta Pontianak pada tahun 2000, dengan terlapor berinisial SS—nama yang tercantum dalam sertifikat tersebut. Namun hasil penyelidikan menunjukkan bahwa SS tidak mengetahui apapun terkait SHM Nomor 46.
“Pelaku yang diduga kuat memalsukan dokumen dan menggelapkan hak milik Syarif Zain adalah SM,” ujar Debby. Ia menambahkan, akta jual beli nomor 248 tahun 1963 telah diuji secara forensik oleh Mabes Polri dan dinyatakan palsu. Dokumen tersebut kini telah disita sebagai barang bukti.
Kendati demikian, karena SM telah meninggal dunia, penyidikan dihentikan dan dikeluarkanlah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Namun menurut Debby, hal ini tidak menghapus fakta hukum bahwa dasar kepemilikan atas tanah tersebut telah terbukti palsu.
“Tahun 2022, almarhum Syarif Zain kembali meminta pendampingan hukum kepada kami. Saat itu, kami menemukan di atas lahan tersebut telah terbit SHGB Nomor 107 seluas 38.471 meter persegi atas nama Dana Pensiun Bank Pemerintah Daerah Kalbar,” ujar Debby.
Pihaknya pun melaporkan kasus tersebut kembali ke Polresta Pontianak atas dugaan penggunaan surat palsu berdasarkan Pasal 263 ayat 2 KUHP. Berdasarkan hasil penelusuran, SHGB Nomor 107 diketahui merupakan hasil pemisahan dari sertifikat Nomor 46 yang telah dinyatakan bermasalah secara hukum.
“Harusnya sertifikat Nomor 46 itu tidak bisa dipisah karena alas haknya sudah terbukti palsu. Ahli waris tetap akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak-haknya,” tegas Debby.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Aditya Chaniago, menyatakan pihaknya juga tengah mempersiapkan gugatan perdata terhadap Dana Pensiun Bank Kalbar sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan aset.
“Kami menduga kuat ada keterlibatan mafia tanah. Sertifikat yang statusnya dalam sita penyidik digunakan untuk menerbitkan SHGB baru. Ini harus dibuktikan secara hukum,” tandas Aditya.
Dihubungi terpisah, Humas Bank Kalbar, Irfan, menyatakan belum mengetahui secara rinci perihal proses pembelian lahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa dana pensiun merupakan anak perusahaan dengan struktur manajemen tersendiri.
“Saya coba cari informasi dulu ke Dana Pensiun, setelah itu akan kami konfirmasi lebih lanjut,” ujar Irfan.[SK]