|

Streaming Radio Suara Landak

Heboh Bendera Bajak Laut One Piece Jelang HUT RI ke-80, Pengamat: Reaksi Pemerintah Justru Perkeruh Suasana

 

Viza Juliansya, Pengamat Sosial.SUARALANDAK/SK
Pontianak (Suara Landak) – Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80, publik dihebohkan oleh aksi sekelompok warga yang mengibarkan bendera bajak laut Jolly Roger dari serial anime One Piece. Aksi tersebut menyedot perhatian luas di media sosial dan bahkan memicu reaksi dari pemerintah.

Bendera Jolly Roger, yang dikenal sebagai simbol tengkorak bertopi jerami dalam anime tersebut, umumnya diasosiasikan sebagai lambang kebebasan dan perlawanan terhadap sistem atau kekuasaan yang menindas.

Fenomena ini memantik tanggapan dari Viza Juliansyah, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Tanjungpura sekaligus pengamat sosial. Ia menilai bahwa reaksi pemerintah terhadap aksi tersebut terkesan berlebihan dan justru memperbesar persoalan yang sebenarnya bisa dihindari.

“Awalnya pengibaran ini tidak ditujukan langsung kepada pemerintah. Mungkin itu hanya bentuk ekspresi biasa. Tapi karena bertepatan dengan momentum kemerdekaan dan situasi sosial yang penuh tekanan, beberapa orang kemudian memaknainya sebagai simbol perlawanan,” ujar Viza saat ditemui pada Selasa (05/08/2025).

Viza menilai, bila saja pemerintah tidak memberikan respons yang reaktif, maka persoalan ini tidak akan menjadi polemik yang membesar di ruang publik.

“Kalau diabaikan, ini tidak akan jadi masalah. Tapi karena ditanggapi secara berlebihan, masyarakat justru menganggapnya sebagai sesuatu yang penting, bahkan mulai menjadikannya simbol kritik,” tambahnya.

Menurut Viza, kisah dalam anime One Piece memang menggambarkan perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas, yang secara kebetulan selaras dengan kondisi sosial yang dirasakan sebagian masyarakat saat ini.

“Cerita One Piece menggambarkan perjuangan kelompok tertindas melawan rezim yang otoriter. Masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan situasi sosial dan ekonomi hari ini bisa jadi merasa terwakili oleh simbol itu, meskipun ini terjadi tanpa rekayasa siapa pun,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menilai respons pemerintah justru memberikan panggung yang lebih luas bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik terhadap berbagai kebijakan.

“Fenomena ini menjadi momentum bagi publik untuk melontarkan kritik lebih keras. Pemerintah seharusnya bisa bersikap bijak, karena reaksi yang emosional justru membuka ruang bagi ketidakpercayaan publik,” tegas Viza.

Ia juga mengingatkan bahwa reaksi yang berlebihan justru bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan bahwa ada hal yang tidak beres di tubuh pemerintahan.

“Secara sosial, reaksi yang berlebihan itu seperti menunjukkan bahwa pemerintah merasa terancam atau merasa benar-benar ada masalah. Ini bisa berbalik jadi bumerang,” tutupnya.[SK]

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini