|

Streaming Radio Suara Landak

Sentra Arang Bakau Batu Ampar Mati Suri, Ribuan Warga Kubu Raya Kehilangan Mata Pencaharian

  

Kondisi dusun gunung keruing desa batu ampar yang sepi dari aktivitas pembakaran arang sejak setahun terakhir.SUARALANDAK/SK
Kubu Raya (Suara Landak) – Sejak hampir satu abad silam, Dusun Gunung Kruing di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, dikenal sebagai sentra produksi arang bakau yang menjadi mata pencaharian utama warganya. Namun, dalam satu tahun terakhir, dusun ini seperti kehilangan denyut kehidupan: tungku-tungku arang tak lagi berasap, aktivitas ekonomi nyaris lumpuh, dan ribuan warga terdampak.

Tak ada lagi suara dentingan peralatan pembakaran, tak terlihat tumpukan kayu bakau siap olah. Mayoritas warga kini lebih banyak berdiam diri di rumah, meratapi nasib profesi warisan leluhur yang kini mati suri.

“Kami tidak bisa membuat arang karena pembeli sudah tidak ada, padahal kebutuhan rumah tangga terus berjalan. Salah satu tungku bahkan roboh karena terlalu lama tak digunakan,” ujar Made, salah satu petani arang yang ditemui Selasa (08/07/2025).

Made menuturkan, warga kini terpaksa beralih profesi demi bertahan hidup. Sebagian menjadi buruh di perkebunan sawit, nelayan tradisional, atau pekerja serabutan yang penghasilannya tak menentu.

“Kalau boleh memilih, kami ingin tetap menjadi petani arang. Di sini kami bisa bekerja dekat keluarga, tanpa harus meninggalkan kampung halaman,” ungkapnya penuh harap.

Meski menggantungkan hidup dari hasil bakau, warga Gunung Kruing menunjukkan kesadaran tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan. Mereka hanya menebang pohon bakau yang sudah tua, dan secara rutin melakukan penanaman kembali agar hutan tetap lestari.

“Penanaman kembali tergantung pengajuan dari LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa). Tahun ini rencananya kita tanam 4.000 bibit bakau,” terang Edi, Ketua RT Dusun Gunung Kruing.

Menurut Edi, sekitar 3.000 Kepala Keluarga dari tiga dusun di Batu Ampar selama ini menggantungkan hidup sebagai petani arang. Berhentinya produksi dalam satu tahun terakhir berdampak langsung pada lesunya pasar tradisional dan menurunnya daya beli masyarakat.

“Pasar Batu Ampar jadi sepi. Dulu ramai karena aktivitas arang, tapi sekarang banyak yang menganggur,” ujarnya.

Edi berharap, pemerintah atau pihak berwenang bisa segera memberikan kejelasan hukum terkait legalitas bahan baku arang bakau agar produksi bisa kembali bergulir tanpa melanggar aturan.

“Kami hanya ingin bekerja secara legal dan aman. Jika ada kejelasan regulasi, masyarakat bisa kembali berproduksi dan roda ekonomi bisa normal kembali,” tutupnya.

Kisah pilu Gunung Kruing mencerminkan kegelisahan banyak komunitas adat dan desa pesisir di Kalimantan Barat yang menggantungkan hidup pada hasil hutan non-kayu. Legalitas bahan baku dan akses pasar menjadi krusial, terlebih saat masyarakat sudah menunjukkan komitmen menjaga kelestarian ekosistem mangrove.

Kini, harapan mereka tinggal pada kepastian hukum dan kepedulian pemerintah. Agar asap tungku kembali mengepul, dan ekonomi desa kembali berdenyut.[SK]

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini