|

Streaming Radio Suara Landak

Pengajuan HTR di Batu Ampar Terkendala Status Kawasan Lindung, KPH Sarankan Alih Bahan Baku Arang

  

salah satu warga dusun gunung keruing yang melakukan aktivitas pembakaran arang bakau.SUARALANDAK/SK
Kubu Raya (Suara Landak) – Masyarakat Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, tengah menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pengelolaan legal atas kawasan hutan melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Meski telah mengajukan permohonan kepada pemerintah, hingga kini usulan tersebut belum mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kubu RayaYa’ Suharnoto, yang menegaskan bahwa kawasan yang diajukan masyarakat saat ini berstatus fungsi lindung dan tergolong area konservasi tinggi, sehingga secara regulasi belum memungkinkan untuk diberikan izin baru.

“Adanya sejumlah kendala tersebut membuat kami tidak bisa memberikan rekomendasi atas pengajuan yang disampaikan masyarakat,” ujar Ya’ Suharnoto, Rabu (9/7/2025) siang.

Salah satu isu krusial yang mencuat adalah keluhan masyarakat Batu Ampar terkait legalitas penggunaan bakau sebagai bahan baku arang. Sejak larangan penggunaan pohon bakau diberlakukan, masyarakat kesulitan melanjutkan produksi arang yang menjadi mata pencaharian utama mereka selama puluhan tahun.

Namun, Suharnoto menegaskan bahwa pihaknya tidak melarang aktivitas tungku pembakaran arang, melainkan menyarankan pengalihan bahan baku dari pohon bakau ke tanaman alternatif yang lebih berkelanjutan, seperti kayu leban.

“Kayu leban dinilai lebih kuat dan tetap tumbuh meskipun tergolong tanaman liar. Masyarakat bisa memanfaatkannya sebagai pengganti bakau,” jelasnya.

Sebagai bentuk solusi konkret, KPH Kubu Raya bersama mitra lembaga internasional ICRAF (World Agroforestry) telah melakukan uji coba penggunaan kayu leban sebagai bahan baku arang dalam sistem agrosilvoforestry. Proyek ini telah dikembangkan sejak tahun lalu di Desa Sungai Radak Dua, Kecamatan Terentang.

Program ini diharapkan bisa menjadi model replikasi di daerah lain, termasuk Batu Ampar, untuk mengatasi tekanan terhadap hutan mangrove sekaligus menjaga kesinambungan ekonomi masyarakat.

Kendati demikian, masyarakat tetap berharap adanya kejelasan hukum dan akses legal terhadap lahan garapan, agar mereka bisa terus berproduksi tanpa dihantui kekhawatiran hukum. Di sisi lain, peran pemerintah dinilai penting untuk menyediakan solusi jangka panjang yang berkeadilan—baik secara lingkungan maupun sosial.[SK]

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini