![]() |
tret Pengadilan Negeri Sanggau pada Selasa (05/08/2025).SUARALANDAK/SK |
Sidang tersebut dijadwalkan ulang pada Kamis, 14 Agustus 2025 mendatang.
JPU Robin Pratama, saat dihubungi melalui sambungan telepon, menyampaikan bahwa proses penyusunan tuntutan harus dilakukan secara hati-hati agar sesuai dengan peraturan dan rasa keadilan hukum.
“Kami tim JPU masih memerlukan waktu untuk menyusun surat tuntutan agar lebih baik, lebih cermat dari sisi hukum. Tapi kami pastikan minggu depan, kami akan membacakan tuntutan kepada terdakwa,” tegas Robin.
Robin menjelaskan bahwa dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990. Dalam undang-undang tersebut, pelaku perdagangan satwa liar dilindungi seperti trenggiling diancam hukuman berat.
“Ancaman hukuman minimal 3 tahun, maksimal bisa 10 hingga 20 tahun tergantung pasal yang dikenakan. Kami akan membandingkan dengan kasus serupa agar tuntutan kami proporsional,” ujarnya.
Dalam menyusun tuntutan, tim JPU juga akan mempertimbangkan jumlah barang bukti, peran terdakwa, serta melakukan koordinasi dengan pimpinan untuk mencegah disparitas tuntutan dengan kasus serupa.
“Kami ingin memastikan bahwa tuntutan ini tidak hanya tegas tapi juga adil. Kajian terhadap kasus sebelumnya penting untuk menjaga konsistensi hukum,” tambah Robin.
Trenggiling merupakan satwa liar yang terancam punah dan sisiknya termasuk dalam daftar larangan perdagangan berdasarkan hukum nasional dan internasional. Kasus ini menjadi perhatian luas, terutama dari aktivis lingkungan dan komunitas konservasi, mengingat pentingnya menjaga kelestarian spesies yang saat ini berada dalam ancaman kepunahan.
Sebelumnya, dalam sidang ke-10 pada Rabu (30/07/2025), jaksa menghadirkan Maria Endang sebagai saksi. Maria sendiri merupakan mantan narapidana dalam kasus perdagangan sisik trenggiling yang divonis 1 tahun 6 bulan penjara pada 2024. Dalam kesaksiannya, Maria mengakui pernah melakukan transaksi dengan terdakwa DL, memperkuat posisi jaksa dalam menyusun tuntutan.
Penundaan pembacaan tuntutan ini tentu menjadi penantian tambahan dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar di Kalimantan Barat. Namun publik berharap bahwa waktu tambahan ini dapat menghasilkan tuntutan hukum yang kuat dan memberi efek jera bagi pelaku.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal masa depan spesies yang hampir punah. Kami menunggu langkah tegas negara terhadap pelaku kejahatan terhadap trenggiling,” ujar seorang aktivis lingkungan lokal.
Dengan sidang yang akan dilanjutkan pada 14 Agustus 2025, semua mata kini tertuju pada langkah jaksa dan majelis hakim dalam menjunjung tinggi perlindungan satwa liar serta menjaga integritas proses hukum.[SK]