Ageng mengisahkan bahwa kesadarannya akan pentingnya memperjuangkan kesejahteraan masyarakat sudah mulai tumbuh sejak kuliah pada 2015. “Awalnya dari sering berkumpul dengan teman-teman, ternyata ada orang yang butuh bantuan, dan kami coba bantu. Dari sana semangat itu terus berjalan hingga sekarang,” ujarnya saat diwawancarai, Senin (28/10/2024).
Sebagai aktivis, Ageng menjalani beragam peran, mulai dari mendampingi masyarakat hingga terlibat dalam aksi unjuk rasa. "Kadang saya menemani masyarakat, memperjuangkan hak mereka, atau turun ke jalan ikut demo. Menjadi aktivis itu perjuangan yang sunyi,” ungkapnya.
Salah satu pengalaman berkesan bagi Ageng adalah ketika ia terlibat dalam pendampingan buruh sawit di Sambas. Setelah pendampingan intensif, buruh di daerah tersebut kini berhasil mengorganisir diri dan memperjuangkan hak mereka. “Dulu mereka kebingungan setelah rekannya, Mulyanto, seorang buruh sawit, ditangkap saat memperjuangkan haknya. Kini mereka bisa berdiri sendiri, berkat pendampingan kami dan bantuan LBH,” kenang Ageng.
Meski dihadapkan pada risiko dan tantangan, Ageng menegaskan ia takkan mundur. Baginya, kesejahteraan yang dicanangkan selama ini belum merata, terutama di wilayah pedalaman Kalimantan Barat yang masih banyak dihuni masyarakat dengan kehidupan yang sulit. “Program-program kesejahteraan memang banyak, tapi meratanya tidak. Banyak daerah pedalaman yang masih kesusahan dan hidup dalam kondisi kumuh,” ujarnya.
Ketika ditanya hingga kapan ia akan berjuang, Ageng menjawab lantang bahwa ia akan terus melangkah sampai akhir hayatnya. Tepat pada momen Hari Sumpah Pemuda, Ageng berharap generasi muda semakin berani berpihak pada kebenaran dan peduli pada masyarakat kecil. “Kita melawan musuh yang ingin mengambil pengetahuan, sumber daya alam, dan budaya kita. Semoga lebih banyak pemuda yang sadar dan mau berjuang bersama,” pungkasnya penuh harap. [SK]