|

Streaming Radio Suara Landak

Tahun Ajaran Baru, Sekolah di AS Berjuang Hadapi Kesenjangan Digita

Seorang siswa sedang belajar dengan komputer dan kalkulator di Sekolah Menengah Reynoldsburg di Reynoldsburg, Ohio, AS, sebagai ilustrasi. (Foto: AP/Jay LaPrete)
Suara Landak - Dilansir dari VOA, tahun ajaran baru di Amerika kali ini, masih banyak sekolah yang terpaksa ditutup sebagai dampak dari pandemi virus corona. Akibatnya pembelajaran harus dilakukan dengan jarak jauh secara online.

Di Sekolah Teknik Menengah Oakland, di California, para pelajar datang ke sekolah untuk antre dan mengambil buku-buku pelajaran, peralatan computer, seperti laptop, yang nantinya mereka gunakan di rumah. Salah satu orang tua siswa STM itu adalah Saba Abdullah yang menunggu di dalam mobil bersama anaknya. 

“Kami sebenarnya memiliki satu laptop dirumah, tetapi sulit karena kami menggunakannya bertiga di antara kami,” ungkap Saba.

Penilik sekolah di distrik Oakland menaksir sekitar setengah dari sekitar 50 ribu siswanya tidak memiliki akses yang mereka butuhkan untuk pembelajaran jarak jauh, sebuah krisis yang terjadi di seluruh negara.

Pada sebuah hari yang terik di bulan Agustus, staf dan relawan sekolah membagi-bagikan peralatan komputer dari sebuah tenda ke mobil-mobil para siswa yang antre.

Berbagai kelompok nirlaba telah bergabung dengan sekolah-sekolah di Oakland untuk menjembatani kesenjangan digital yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Siswa tahun pertama Tiana Grace datang bersama ayahnya untuk mendapatkan koneksi wifi atau sambungan ke internet. 

“Kadang-kadang sambungan internetnya sangat lamban akibat banyaknya pengguna komputer yang tersambung ke internet,” jelas Tiana.

Koalisi organisasi-organisasi nirlaba ini menggalang dana untuk membeli peralatan, seperti laptop, jasa layanan internet, dan dukungkan teknik bagi setiap siswa yang membutuhkan. 

Salah satunya adalah Phil Williams, yang anak-anaknya adalah alumni STM ini, dan dia kini membantu siswa-siswa untuk menyambungkan laptop mereka ke internet. 

“Menurut saya jaringan internet itu sama pentingnya seperti kebutuhan kita akan di zaman sekarang. Pandemi ini telah memaksa kami untuk mempertimbangkan kembali bagaimana melaksanakan pekerjaan kita secara benar,” kata Phil Williams.

Peter Limata, seorang guru yang mengajar di kelas dua, khawatir cara pengajaran yang baru ini akan menghilangkan keakrabannya dengan para muridnya.

Peter Limata meluncurkan “Storytime with Mr.Limata” lewat jaringan sosial facebook live, dan berharap lewat platform ini dia harap dapat berhubungan dengan lebih banyak murid yang punya ponsel. Saat tahun ajaran baru dimulai, Limata khawatir beberapa siswa akan hadir di kelas virtualnya masih terhambat ketika mengupayakan konektivitas ke internet.

“Itulah kesenjangan antara sekolah fisik dan sekolah virtual. Atau kualitas sekolah yang Anda hadiri, karena kadang-kadang siswa yang masuk kelas virtual kemungkinan tidak bisa ikut berdialog, karena setiap kali mereka menghidupkan video mereka, atau berusaha bicara, terjadi kesulitan karena sambungan internetnya tidak cukup kuat,” terang Peter.

“Sulit dipercaya bahwa di Amerika Serikat sekitar satu dari lima anak harus berjuang untuk mendapatkan akses internet. Bagaimana kalau kita berada di musim semi nanti? Anak-anak akhirnya terpaksa mengerjakan PR mereka di parkiran perpustakaan atau lewal ponsel mereka,” kata Direktur Center on Reinventing Public Education, Robin Lake, saat edang memantau dampak perubahan mendadak ke pembelajaran online. 

“Kami tahu dari survey terhadap para guru. Mereka sangat prihatin dengan siswa-siswa mereka dengan kerugian belajar yang di derita para murid mereka,” lanjutnya.

Jadi tahun ini dimana sekolah-sekolah harus berbagi teknologi baru, ada urgensi untuk bisa menutup kesenjangan digital. (VOA)
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini