|

Streaming Radio Suara Landak

Nelayan Kubu Raya Tercekik Harga Solar Subsidi Melonjak hingga Rp15 Ribu, Distribusi Diduga Bermasalah

Kapal Nelayan di Kecamatan Kubu tidak bisa melaut karena kelangkaan solar subsidi.SUARALANDAK/SK
Kubu Raya (Suara Landak) – Para nelayan di Kabupaten Kubu Raya semakin terdesak akibat kelangkaan dan melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Harga yang semestinya Rp6.800 per liter kini melonjak hingga dua kali lipat bahkan mencapai Rp15.000 per liter di lapangan, membuat mereka kesulitan melaut di tengah musim barat yang ekstrem.

“Harga solar yang seharusnya Rp6.800 sekarang bisa tembus Rp15 ribu per liter. Di musim barat seperti ini, biaya operasional makin besar. Kami semakin terjepit,” ujar Ade, nelayan sekaligus pengurus subpenyalur BBM di Kecamatan Kubu, Jumat (21/11/2025).

Ade menjelaskan, selama berbulan-bulan nelayan kesulitan mengakses BBM bersubsidi karena distribusi yang buruk. Hasil tangkapan ikan sebenarnya sedang melimpah, namun banyak nelayan memilih tidak melaut lantaran harga solar terlalu mahal.

“Kalau pun ada minyak, harganya Rp13 sampai Rp15 ribu per liter. Mana mampu kami beli,” keluhnya.

Lebih memprihatinkan, subpenyalur resmi di Kecamatan Kubu kini berhenti beroperasi akibat tak lagi menerima pasokan BBM. Namun pada saat yang sama, ia menyaksikan jeriken-jeriken milik pihak tak dikenal justru bebas membeli BBM di SPBU.

“Kita lihat di SPBU itu banyak jeriken keluar. Mereka bisa dapat, sementara subpenyalur resmi yang punya SK Bupati malah tidak dapat pasokan,” tegasnya.

Menurut Ade, bagi nelayan kecil di wilayah pesisir Kubu Raya, solar adalah “urat nadi kehidupan”. Tanpa BBM, mereka bukan hanya kehilangan peluang melaut, tetapi juga kehilangan pendapatan untuk bertahan hidup.

“Kalau minyak tidak ada, bagaimana kami mau ke laut? Cuaca lagi ekstrem. Kadang dapat hasil pun tidak balik modal karena minyaknya mahal,” ujarnya.

Para nelayan mendesak pemerintah dan Pertamina segera memperbaiki mekanisme distribusi BBM subsidi serta menertibkan penjualan solar dalam jeriken yang dinilai menjadi salah satu akar persoalan.

“Subsidi tidak ada gunanya kalau tidak sampai ke orang yang berhak,” kata Ade.

Harapan mereka sederhana: harga kembali normal, distribusi BBM tertib, dan akses subsidi tidak lagi dipersulit oleh birokrasi maupun praktik di lapangan.

Sekretaris Daerah Kabupaten Kubu Raya, Yusran Anizam, menegaskan bahwa nelayan secara hukum berhak menerima solar subsidi dengan harga resmi Rp6.800 per liter. Namun ia mengakui penyaluran di lapangan memang jauh dari harapan.

“Dalam aturan, nelayan adalah penerima BBM subsidi. Tapi pada praktiknya, subsidi ini tidak sampai ke mereka,” katanya.

Yusran menilai masalah solar subsidi bukan hanya soal kelangkaan, tetapi juga terkait administrasi, distribusi, dan tata kelola yang melibatkan Pertamina. Ia berharap adanya pertemuan antara pemerintah daerah, Pertamina, dan para nelayan untuk merumuskan solusi nyata.

“Kendalanya harus dibereskan. Administrasi, distribusi, semuanya,” tegas Yusran.

Selain krisis BBM, Yusran menyebut nelayan juga menghadapi tantangan lain seperti perubahan iklim, keselamatan kerja di musim barat, dan minimnya sarana pendukung di pesisir. Ia menekankan pentingnya aspek keselamatan dalam aktivitas melaut yang semakin berisiko.

Menurutnya, peningkatan literasi nelayan terkait prosedur administrasi dan mekanisme resmi akses BBM juga diperlukan agar mereka tidak terus menjadi korban sistem distribusi yang tidak berjalan baik.

“Jangan sampai nelayan rugi dua kali: karena cuaca dan karena sistem yang tidak berpihak,” pungkasnya.

Para nelayan kini menunggu langkah cepat pemerintah dan Pertamina, berharap kelangkaan solar segera berakhir agar mereka dapat kembali melaut dan menghidupi keluarga tanpa dihantui biaya tinggi.[SK]

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini