|

Streaming Radio Suara Landak

Warga Sungai Tengah Protes Dugaan Penjualan Ilegal Ratusan Hektare Lahan Hutan di Paloh

Warga Dusun Sungai Tengah, Desa Sungai Tengah, Kecamatan Paloh lakukan aksi protes terhadap dugaan penjualan lahan hutan kawasan secara ilegal yang diguga dilakukan oleh perangkat desa.SUARALANDAK/SK
Sambas (Suara Landak) – Warga Dusun Sungai Tengah, Desa Sungai Tengah, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, menyuarakan protes keras terhadap dugaan penjualan lahan hutan kawasan seluas ratusan hektare yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat setempat.

Aksi penolakan ini mencuat setelah sejumlah warga menemukan adanya transaksi jual beli lahan yang diduga melibatkan oknum perangkat dusun, termasuk kepala dusun, ketua RT, hingga anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Senin (20/10/2025).

Salah satu warga, Markal, mengungkapkan bahwa praktik penjualan tersebut bukan hal baru. Ia menyebut, kegiatan itu telah terjadi berulang kali dan dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

“Selama ini masyarakat hanya ingin memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam demi menunjang ekonomi keluarga. Tapi ketika meminta lahan, selalu dijawab tidak ada lagi. Ternyata, lahan-lahan itu sudah dijual,” ungkap Markal dengan nada kecewa.

Ia menambahkan, luas lahan yang diduga dijual mencapai sekitar 100 hingga 200 hektare. Masyarakat pun merasa dirugikan karena kehilangan hak atas lahan yang seharusnya menjadi bagian dari wilayah kelola bersama.

Warga, lanjutnya, telah berulang kali menyampaikan keluhan kepada pihak desa maupun kepolisian agar menindaklanjuti dugaan penjualan ilegal tersebut. Namun hingga kini, belum ada kejelasan atau tindakan tegas dari pihak berwenang.

Menurut Markal, penjualan lahan ini diduga kuat melanggar aturan, mengingat sebagian wilayah yang dijual merupakan kawasan hutan produksi yang secara hukum tidak boleh diperjualbelikan. Dalam sejumlah dokumen yang diperoleh warga, ditemukan adanya surat pernyataan, surat penyerahan, hingga nominal transaksi yang mengindikasikan adanya praktik jual beli tidak sah.

“Kalau memang hutan produksi tidak boleh dijual, maka penegak hukum harus menindak siapa pun yang melakukannya. Jangan hanya rakyat kecil yang selalu ditekan dengan alasan kawasan hutan,” tegasnya.

Markal juga mengungkapkan bahwa sebagian lahan yang dijual kini telah mulai dikerjakan oleh pihak yang diduga investor dari luar daerah. Aktivitas tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa lahan tersebut benar-benar telah berpindah tangan secara tidak sah.

“Dalam dokumen yang kami pegang hanya tercatat 56 hektare, sedangkan sisanya tidak berani mereka tunjukkan. Tapi di lapangan, kegiatan pengelolaan sudah berjalan. Kami menuntut kejelasan siapa pemilik sebenarnya dan untuk apa lahan itu digunakan,” ujarnya.

Masyarakat berharap aparat penegak hukum segera turun tangan untuk melakukan investigasi menyeluruh dan menghentikan segala bentuk aktivitas yang diduga melanggar hukum di kawasan tersebut. Mereka juga menuntut transparansi dari pemerintah desa agar tidak ada lagi praktik jual beli lahan yang merugikan warga dan merusak kawasan hutan[SK].

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini