Wako Pontianak Edi Rusdi Kamtono
“Persoalan itu sudah dimediasi dan mencapai kesepakatan bersama, di mana warga yang menduduki tanah tersebut bersedia membongkar bangunannya,” ujar Edi, Senin (13/10/2025).
Edi mengimbau warga yang memiliki sertifikat tanah agar segera melaporkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dilakukan pengecekan dan balik batas. Langkah ini penting untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan lahan maupun penyalahgunaan tanah yang bisa memicu sengketa di kemudian hari.
“Saya mohon warga Kota Pontianak yang memiliki sertifikat untuk segera melaporkan ke BPN dan melakukan balik batas. Jangan biarkan lahan bertahun-tahun tidak diurus hingga dianggap tanah terlantar,” pesannya.
Ia mengungkapkan, Pemkot Pontianak akan berkoordinasi dengan BPN dalam membentuk tim pemetaan permasalahan pertanahan di wilayah kota. Menurutnya, banyak kasus sengketa muncul akibat adanya pihak yang mengklaim tanah kosong sebagai miliknya tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kejadian seperti ini sering terjadi. Ada yang menggarap tanah orang lain karena dianggap kosong. Nanti saat diusir malah minta ganti rugi,” tegasnya.
Edi menambahkan, sebagian sengketa dapat diselesaikan melalui musyawarah, namun jika tidak tercapai kesepakatan, maka jalur hukum menjadi langkah terakhir. Pemerintah, lanjutnya, siap menindaklanjuti setiap laporan warga untuk memastikan keabsahan data kepemilikan tanah.
“Kalau masyarakat melapor ke Pemkot, kami bisa menindaklanjuti dan mencari data. Bahkan tanah milik Pemkot pun ada yang saat ini diduduki masyarakat sejak lama. Karena itu, saya sarankan agar segera mendaftarkan tanahnya ke BPN, apalagi sekarang sudah ada sertifikat digital,” jelasnya.
Edi juga mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap dokumen tanah palsu. Ia mencontohkan beberapa indikasi, seperti ejaan pada surat yang tidak sesuai dengan tahun penerbitan atau penggunaan materai yang tidak relevan dengan waktu pembuatan dokumen.
“Misalnya surat diterbitkan tahun 1960-an tapi ejaannya sudah ejaan baru, atau materainya tidak sesuai tahun. Itu bisa jadi indikasi surat palsu,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Pontianak Tenggara, M Yatim, menjelaskan bahwa kasus sengketa di Jalan Aloevera sebenarnya sudah ditangani sejak tahun 2023. Pihak kecamatan telah memfasilitasi mediasi antara pemilik tanah bersertifikat dan pihak yang membangun di atas lahan tersebut.
“Permasalahan ini sebenarnya sudah lama. Informasi awal disampaikan kepada kami sejak 2023. Waktu itu sempat viral karena dianggap Wali Kota tidak merespons. Padahal, kami sudah lama melakukan langkah mediasi,” kata Yatim.
Dari hasil pertemuan, kedua pihak akhirnya sepakat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dengan pemberian ganti rugi sesuai kemampuan yang disepakati bersama.
“Sudah ada kesepakatan, pemilik tanah tidak mempermasalahkan lagi agar tidak berlarut. Kami buatkan berita acara dan perjanjian resmi. Pemilik bangunan diberi waktu membongkar paling lambat 2 November 2025,” jelasnya.
Ia menegaskan, persoalan tersebut telah dianggap selesai dan tidak menimbulkan permasalahan baru.
“Pada dasarnya, permasalahan ini sudah diselesaikan dan tidak ada masalah lagi. Kami tinggal menunggu proses pembongkaran sesuai kesepakatan,” pungkas Yatim.[SK]