“Yayasan WeBe berawal dari komunitas penyelam dan penggiat wisata bahari di Ketapang. Sejak 2012–2014, kami sering menemukan kasus kematian satwa laut, mulai dari penyu hingga dugong. Hal itu mendorong kami membentuk lembaga yang lebih fokus pada konservasi,” ujar Saiful saat menjadi narasumber Workshop Kolase Jurnalis Camp 2025 di Kampung Caping, Pontianak, Sabtu (23/8/2025).
Menurutnya, pada 2020 Yayasan WeBe mencatat momentum penting ketika berhasil menyelamatkan satu ekor dugong hidup di Pulau Sepeda, Kecamatan Kendawangan. Peristiwa tersebut menjadi bukti nyata keberadaan dugong di perairan Kalbar sekaligus memperkuat gerakan konservasi yang dijalankan.
“Sejak saat itu masyarakat dan pemerintah semakin percaya bahwa dugong memang ada di Kalimantan Barat. Kami kemudian resmi membentuk Yayasan WeBe Konservasi Ketapang, yang tidak hanya bergerak dalam penyelamatan satwa, tetapi juga edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir,” tambahnya.
Saiful menegaskan, ancaman terbesar bagi ekosistem laut bukan hanya berasal dari aktivitas di perairan, melainkan juga dari daratan. Ia menyebut 90 persen sampah laut berasal dari aktivitas di darat, sementara sisanya dari pertambangan lepas pantai atau penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
“Selama manusia masih berpikir laut terpisah dari kehidupan sehari-hari di darat, maka kerusakan akan terus terjadi. Apa pun yang kita lakukan di hulu pada akhirnya bermuara ke laut,” tegasnya.
Data WeBe mencatat, pada 2021 terdapat enam dugong ditemukan mati. Meski tidak ada laporan kematian pada 2022 hingga 2023, kasus kembali terjadi pada 2024, dengan empat dugong mati hanya dalam tiga bulan.
“Kami sedang meneliti penyebabnya bersama mitra, termasuk akademisi dan dokter hewan. Ada dugong yang mati karena salah konsumsi, ada juga akibat terjerat jaring atau memakan plastik,” jelasnya.
Selain konservasi satwa, Yayasan WeBe juga mengembangkan program WIATA (Wira Wisata Katulistiwa) sejak akhir 2024. Program ini berfokus pada pendampingan desa pesisir untuk mengembangkan wisata berbasis konservasi dengan dukungan Pemerintah Provinsi Kalbar.
“Bagi kami, pariwisata adalah tulang punggung konservasi. Jika dikelola dengan baik, wisata bahari bisa menjadi sumber ekonomi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian laut,” kata Saiful.
Saat ini Yayasan WeBe merupakan organisasi berbasis sukarela dengan anggota dari beragam latar belakang, mulai dari nelayan, guru, hingga pengusaha. Mereka juga aktif berjejaring dengan pemerintah, swasta, LSM, dan komunitas untuk memperkuat kerja-kerja konservasi di Kalimantan Barat.[SK]