Pontianak (Suara Landak) – Pimpinan Pondok Pesantren sekaligus Pimpinan Masjid Sulthan Annashira, Ustadz Berri Mardani, pada Selasa (19/8/2025) memenuhi undangan klarifikasi dari Polda Kalbar terkait laporan pengaduan yang dilayangkannya pada 19 Juni 2025 lalu.
Ustadz Berri hadir dengan mengenakan kopiah hitam berlogo Riil Hijrah dan gamis panjang hitam. Ia didampingi dua kuasa hukum dari Tim Hukum Pembela Wakaf Sulthan Annashira (THPWSA), yakni Agus Priyadi, SH, dan Ruhermansyah, SH.
Persoalan ini bermula dari status tanah seluas 12.600 m² di Parit Rintis RT 61/RW 18, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Lahan tersebut merupakan tanah wakaf yang diikrarkan pada 19 Januari 2021 di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kantor Urusan Agama setempat. Wakif adalah Nur Iskandar, sementara nadzir ditetapkan kepada Ustadz Berri Mardani.
Sejak 2020, di atas tanah itu telah berdiri Masjid Sulthan Annashira dan Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur’an. Kegiatan ibadah dan pendidikan berjalan normal, bahkan beberapa kali menghadirkan ulama nasional seperti Ustadz Abdul Somad.
Masalah mencuat menjelang Idulfitri 2025, tepatnya 27 Maret 2025, ketika sejumlah orang memasang spanduk dan baliho yang mengklaim tanah wakaf tersebut sebagai milik Anwar Ryanto Lim. Aksi itu dilakukan tepat di depan masjid, sehingga menimbulkan keresahan jamaah dan santri yang sedang beribadah.
Situasi makin memanas pada 10 Juni 2025 dini hari. Melalui kuasa hukumnya, Raka Dwi Permana, pihak Anwar Ryanto Lim kembali memasang spanduk dan memagari akses jalan menuju masjid serta perumahan Serdam Raya Residence. Akibatnya, jalur menuju masjid terblokir dan kegiatan santri terganggu.
“Perbuatan ini tidak hanya melanggar aturan, tapi juga bisa diartikan sebagai larangan orang beribadah ke masjid. Tindakan mereka arogan, meresahkan, dan berpotensi memicu konflik horizontal,” tegas Agus Priyadi, Ketua THPWSA.
Tak berhenti di situ, pada 11 Juni 2025 pihak Anwar Ryanto Lim justru melaporkan pihak wakif ke Polda Kalbar dengan tuduhan pemalsuan surat tanah. Hal ini semakin memperkeruh suasana.
THPWSA menilai langkah-langkah yang dilakukan pihak Anwar Ryanto Lim sarat provokasi dan berpotensi memunculkan isu SARA. Karena itu, mereka mendesak Polda Kalbar segera menindaklanjuti laporan pengaduan untuk mencegah konflik horizontal.
Laporan pengaduan yang dilayangkan Ustadz Berri ditembuskan ke berbagai instansi, antara lain Gubernur Kalbar, Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Kalbar, Kejati Kalbar, Kanwil Kemenag Kalbar, Kanwil ATR/BPN Kalbar, Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Bupati Kubu Raya, Kapolres Kubu Raya, hingga Satpol PP Kubu Raya.
Pada Selasa (19/8), Ustadz Berri tiba di Mapolda Kalbar sekitar pukul 09.00 WIB. Proses klarifikasi berlangsung selama dua jam. Ia menjawab sejumlah pertanyaan penyidik berdasarkan dokumen dan fakta yang telah dilampirkan sebelumnya.
Berita acara pemeriksaan ditandatangani menjelang waktu Zuhur. Pihak penyidik selanjutnya akan memanggil saksi-saksi lain untuk memperdalam kasus ini.
“Harapan kami, Kapolda Kalbar melalui Dirreskrimum dapat menindaklanjuti laporan ini demi menjaga kondusivitas dan mencegah konflik komunal di masyarakat,” pungkas Agus Priyadi.[SK]