Pontianak (Suara Landak) – Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 di Pontianak berlangsung penuh makna. Bukan hanya sebagai momen perayaan, tapi juga sebagai refleksi mendalam atas dinamika kebebasan pers di Kalimantan Barat. Salah satu sorotan utama adalah kembali dikenangnya kasus Naimullah, jurnalis muda yang meninggal secara misterius pada 1997 dan hingga kini kasusnya belum terungkap tuntas.Diskusi dan nobar film dokumenter Dark Number, angkat kisah Naimullah, Jurnalis Kalbar yang Meninggal Misterius Tahun 1997.SUARALANDAK/SK
Momentum ini diangkat dalam diskusi publik dan pemutaran film dokumenter Dark Number, yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak bersama LBH Kalbar, IJTI Kalbar, dan FJPI Kalbar, Sabtu (3/5/2025).
"Kasus Naimullah menyisakan duka mendalam. Ia menjadi simbol perjuangan jurnalis dalam menyampaikan kebenaran. Keberaniannya harus terus dikenang sebagai pengingat bahwa tugas jurnalis bukan tanpa risiko," ujar Dian Lestari, pengurus LBH Kalbar sekaligus salah satu penulis buku Dark Number.
Film dokumenter Dark Number, yang ditayangkan dalam rangkaian acara ini, mengangkat kisah hidup dan kematian Naimullah secara menyentuh dan tajam. Disutradarai oleh Dian Lestari dan Hafidh Ravy Pramanda, film ini diproduksi dengan dukungan dari AJI Indonesia dan menjadi upaya penting dalam merawat ingatan kolektif atas hilangnya nyawa seorang jurnalis muda karena profesinya.
Sekretaris AJI Pontianak, Hamdan Darsani, menegaskan bahwa kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi dan harus dijaga dari segala bentuk ancaman.
"Kebebasan pers adalah hak yang dijamin konstitusi. Melalui peringatan ini, kami ingin menyampaikan pesan tegas kepada publik, aparat, dan pemegang kekuasaan: jangan ada lagi tekanan terhadap jurnalis. Jangan ada lagi Naimullah berikutnya," kata Hamdan.
Diskusi publik juga menyoroti tantangan baru dalam dunia jurnalistik, salah satunya adalah perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang kian mempengaruhi cara kerja media massa.
Ketua AJI Pontianak, Rendra Oxtora, menyampaikan bahwa meskipun AI menawarkan efisiensi, jurnalis tetap memiliki peran tak tergantikan.
"AI bisa menyusun data dan merangkai kata, tapi tidak bisa menggantikan nilai etik, nurani, dan tanggung jawab sosial yang dimiliki jurnalis manusia. Tantangan kita adalah menjaga akurasi dan integritas di tengah derasnya arus informasi,” jelas Rendra.[SK]