Abdul Rani menilai bahwa penggunaan tanah setempat untuk timbunan gedung, yang diduga memiliki kandungan lumpur dan sisa rumput, dikhawatirkan akan memengaruhi stabilitas bangunan dalam jangka panjang. “Dengan menggunakan tanah yang mengandung lumpur dan ranting rumput untuk urug, saya menduga bangunan tersebut tidak akan mampu bertahan lama,” ujarnya. Ia menekankan bahwa pemilihan jenis tanah dalam konstruksi sangat penting untuk memastikan stabilitas dan ketahanan bangunan.
Menurutnya, penggunaan tanah setempat tanpa proses pemadatan yang optimal dapat mengakibatkan masalah struktural seperti keretakan atau pergeseran. Abdul Rani juga menyoroti kurangnya kehadiran konsultan pengawas di lapangan, yang menurutnya hanya mengandalkan pengawasan material dan tenaga kerja tanpa pemantauan teknis menyeluruh.
“Bagaimana bisa maksimal jika pengawas tidak aktif berada di tempat kerja? Saat ini tanah urug masih terlihat basah, tanpa pemadatan yang cukup, namun pengecoran lantai sudah dilakukan. Ini tentu memengaruhi kualitas konstruksi,” tegasnya.
Seorang warga setempat, Yunus, turut mengkritisi proses pembangunan tersebut dan meminta pihak instansi terkait, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), untuk hadir langsung di lapangan. Ia berharap agar pengawasan terhadap kualitas pondasi, kerangka besi, campuran semen, serta jenis tanah urug dilakukan secara ketat untuk memastikan kualitas bangunan yang dihasilkan.
“Saya harap pihak instansi terkait hadir di lapangan, jangan hanya menerima laporan di meja saja. Ini penting agar tahu kondisi real dan memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi,” kata Yunus.
Meski demikian, masyarakat Teluk Batang, termasuk Yunus, mendukung penuh pembangunan gedung ini sebagai langkah positif untuk memperkuat layanan SAR di wilayah mereka. “Kami wajib memantau agar pembangunan di daerah kami tidak sia-sia dan benar-benar memberikan manfaat positif bagi masyarakat serta pemerintah daerah,” tambahnya. [SK]