|

Streaming Radio Suara Landak

Pandemi Tak Kunjung Usai, Nasib Perajin Batik Kulon Progo di Ujung Tanduk

Ilustrasi Batik(Pixabay/masbet)

Yogyakarta (Suara Landak) - Pandemi corona tak hanya berdampak gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan dan buruh. Tidak sedikit pengusaha yang juga mengeluh terkoyak secara finansial hingga terancam gulung tikar.

Salah satu yang ikut terdampak adalah pengusaha batik di Kulon Progo. Akibat penjualan batik yang menurun drastis, usaha mereka berada di ujung tanduk.

Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perdagangan (Diperindag) Kulon Progo Dewantoro mengatakan, wabah corona memang sangat berdampak terhadap kondisi perekonomian produsen batik setempat. Hasil pemantauan di lapangan, terdapat sekitar 25 kelompok perajin batik di sejumlah kapanewon yang sudah merumahkan karyawannya.

Salah satunya dialami Sinar Abadi Batik (SAB), yang berada di wilayah Kalurahan Ngentakrejo, Kapanewon Lendah. Sebelum pandemi corona, dalam sebulan SAB bisa memproduksi sekitar 1.000 lembar kain batik jenis cap dan tulis.

Namun, sejak adanya pandemi corona, kondisi keuangan SAB mulai terasa cukup goyah. Saat ini saja SAB hanya bisa memproduksi 400 sampai 500 lembar kain batik.

Omzetnya pun ikut anjlok berbarengan dengan produksi yang menurun. Harga yang dipatok SAB, untuk satu lembar kainnya berkisar antara Rp150.000 sampai Rp1 juta.

"Dengan jumlah produksi dan harga segitu,omzet yang didapat cuma mencapai minimal Rp15 juta per bulan. Bahkan makin buruk sejak pertengahan Maret kemarin, omzet kami turun drastis, tidak sampai segitu," kata pemilik SAB Agus Fathurrohman, saat ditemui SuaraJogja.iddi galeri batik SAB, Selasa (21/4/2020).

Kondisi itulah yang membuat Agus terpaksa merumahkan sebagian karyawannya. Memang tidak semua karyawannya dirumahkan; tetap ada beberapa pekerja yang diminta masuk dengan menggunakan sistem shif, satu minggu masuk satu minggu libur.

SAB mengaku sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menarik minat konsumen, seperti memberi diskon sebesar 25 sampai 30 persen untuk setiap pembelian satu lembar kain batik. Selain itu, pihaknya juga berinisiatif menambah produksinya ke ranah masker, memanfaatkan sisa kain motif batik.

"Itu adalah beberapa cara yang kami lakukan untuk bertahan," ucap Agus.

Selain SAB milik Agus, kondisi tidak berbeda juga menimpa usaha Batik Sembung di Dusun Sembungan, Kalurahan Gulurejo, Lendah milik Bayu Permadi.

Sebelum corona mewabah, Bayu dibantu belasan karyawan untuk memproduksi ratusan batik dalam sehari. Batik-batik tersebut dijual dengan kisaran harga mulai dari Rp150.000 hingga Rp500.000.

"Tapi sekarang lagi anjlok karena corona, sebagian karyawan saya juga terpaksa dirumahkan, baru kemarin beberapa ada yang diminta kerja lagi karena ada pesanan cukup banyak," ujar Bayu.

Rumah produksi batik milik Bayu ini menyediakan batik motif kontemporer, kombinasi warna alam, serta batik Geblek Renteng, yang merupakan ciri khas batik Kulon Progo.

Sementara itu, Gito Ciblek, yang juga perajin batik di Lendah, turut mengalami persoalan serupa. Gito tidak lebih beruntung dari perajin batik sebelumnya milik Agus dan Bayi. Pasalnya per April, ia sudah tak memproduksi batik karena sepinya pembeli. Sekarang Gito hanya menjual batik dari stok kain yang tersedia.

"Kami sekarang hanya memanfaatkan sistem online, syukurlah bulan ini setidaknya bisa jual 30-an kain," ujar Gito.

Sumber (Suara.com)
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini